Catatan Pojok

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Catatan kali ini sebenarnya merupakan catatan saya yang terakhir dalam struktur catatan saya mengenai “Syarat dan Kriteria Penerima Hibah dan Bantuan Sosial”, namun oleh karena saat ini hampir semua pemerintah daerah sementara menyusun RAPBD yang salah satu struktur belanjanya adalah belanja bantuan sosial, maka catatan ini saya rilis lebih awal, oleh karena kebanyakan para pengelola keuangan daerah termasuk TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) akan terjebak pada penafsiran pasal 23A Permendagri Nomor 39 Tahun 2012. Untuk itu ketentuan pasal baru ini (bantuan sosial yang direncanakan dan yang tidak direncanakan sebelumnya) saya bahas sebagai berikut:

Ketentuan pasal ini merupakan ketentuan baru dalam Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, yang sebelumnya dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD tidak diatur sama sekali. Pasal ini disisipkan di antara pasal 23 dan pasal 24, disisipkan 1 (satu) pasal baru yaitu pasal 23A yang berbunyi sebagai berikut: (1) Bantuan sosial berupa uang kepada individu dan/atau keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, terdiri dari bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya; (2) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan kepada individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD; (3) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan; (4) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Ketentuan pasal 23A ini lahir dan merupakan hasil tekanan atau desakan dari berbagai kelompok organisasi pemerintah daerah maupun pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena di dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, pemerintah daerah tidak diberi peluang lagi untuk memberikan bantuan sosial secara dadakan, karena semua anggaran bantuan sosial harus direncanakan lebih awal dalam tahun anggaran sebelumnya setelah itu dapat dicairkan pada tahun berikutnya.

Di dalam ketentuan baru ini pasal 23A Permendagri Nomor 39 Tahun 2012, telah diberi peluang bagi pemerintah daerah untuk memberikan bantuan sosial baik bantuan sosial yang direncanakan dan bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya. Namun demikian ketentuan pasal ini penuh dengan jebakan. Kenapa demikian? Dapat saya pahami bahwa pasal 23A mengandung makna: (a) hanya bantuan sosial berupa uang yang dapat diberikan kepada individu dan/atau keluarga baik bantuan sosial yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya, sedangkan bantuan sosial berupa barang tidak dapat dianggarkan untuk bantuan sosial yang tidak direncanakan; (b) bantuan sosial yang tidak direncanakan hanya kepada individu dan/atau keluarga dan bukan untuk lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial; (c) bantuan sosial yang direncanakan hanya dialokasikan kepada individu dan/atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD; (d) bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.

Kemudian jebakan yang paling mendasar dan harus dihindari adalah pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya, tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan. Dengan pengertian bahwa di dalam struktur APBD harus ada lebih dulu alokasi anggaran yang direncanakan, kemudian bisa menganggarkan bantuan sosial yang tidak direncanakan, dengan ketentuan bahwa pagu atau besaran anggaran bantuan sosial yang tidak direncanakan tidak melebihi pagu/besaran anggaran yang direncanakan. Dan terakhir adalah bahwa anggaran bantuan sosial baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan masih dalam bingkai resiko sosial dan tidak boleh untuk membiayai kegiatan-kegiatan antara lain kegiatan keagamaan, pendidikan, olahraga, seni dan budaya, sosial, dan acara-acara lainnya yang tidak dalam bingkai resiko sosial, apalagi untuk membiayai perjalanan dinas perorangan atau kelompok masyarakat atau organisasi kemasyarakatan untuk mengikuti rapat-rapat, musyawarah atau dengan sebutan lainnya.

Untuk itu, sangatlah dibutuhkan penafsiran secara mendalam atas penerapan pasal 23A Permendagri Nomor 39 Tahun 2012 ini, karena jika tidak, maka kita akan terjebak ke dalamnya.

Selesai