Catatan Pojok

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2012 saat ini sudah memasuki bulan ke tujuh atau bulan juli. Daerah-daerah, setelah menerima LKPD yang sudah diaudit oleh BPK “bersiap-siap” merubah APBD melalui mekanisme APBD Perubahan. Sebelum memasuki tahapan perubahan APBD, haruslah melalui tahapan pembahasan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2011 (vide pasal 298 ayat (1) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011), setelah itu memasuki tahapan penyusunan dan pembahasan KUA dan PPAS Perubahan.

Pasal 154 ayat (1) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, dinyatakan “Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi: (a) perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; (b) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; (c) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan; (d) keadaan darurat; dan (e) keadaan luar biasa”.

Tulisan saya kali ini hanya memberi catatan atas penafsiran/interpretasi frasa “pergeseran anggaran”, yang berkaitan dengan Pasal 154 ayat (1) huruf b, dan Pasal 160 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 khususnya Pasal 160 ayat (5).

Pergeseran anggaran memang “dihalalkan” sebagaimana dimaksud pada Pasal 154 ayat (1) huruf b yaitu pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, dan sebagaimana dimaksud pada Pasal 160 ayat (1) yang menghalalkan juga pergeseran antar obyek belanja dan jenis belanja dan antar rincian obyek belanja. Selanjutnya Pasal 160 pun telah memberi dan membatasi kewenangan untuk melakukan pergeseran. Pasal 160 ayat (2), “menghalalkan” dan membatasi kewenangan untuk pergeseran anggaran antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja berkenaan dilakukan atas persetujuan PPKAD (pejabat pengelola keuangan daerah).

Selanjutnya Pasal 160 ayat (3), “menghalalkan” dan membatasi kewenangan untuk pergeseran anggaran antar obyek belanja dalam jenis belanja berkenaan, dilakukan atas persetujuan Sekretaris Daerah. Pasal 160 ayat (4), memandu pergeseran anggaran yang “dihalalkan” dan menjadi kewenangan oleh PPKD dan Sekretaris Daerah ini dilakukan dengan cara mengubah Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota) tentang Penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan anggaran yang sudah dilakukan pergeseran, dan selanjutnya dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

Kemudian Pasal 160 ayat (5) menjelaskan “Pergeseran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara merubah Peraturan Daerah tentang APBD”. Pasal 160 ayat (5) inilah yang sering digunakan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD untuk melakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, dengan penafsiran/interpretasi “semau gue”. Frasa Pasal 160 ayat (5) ini sangatlah jelas dan tidak perlu lagi dilakukan penafsiran/interpretasi. Pasal 160 ayat (5) ini “hanya menghalalkan” pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, dengan kewenangan merubah perda tentang APBD melalui mekanisme DPRD.

Kebanyakan Pemerintah Daerah dan DPRD masih “mencoba-coba” menggunakan penafsiran/interpretasi dengan metode analogi maupun metode a contrario dengan menganalogi dan meng-a contrario frasa “dengan cara merubah Peraturan Daerah tentang APBD”, dengan penafsiran/interpretasi “Peraturan Daerah itu juga nantinya memerlukan persetujuan DPRD maka bolehlah melakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja “cukup” dengan memberi persetujuan DPRD”.

Sampai dalam frasa ini penafsiran/interpretasi dapat diterima secara a contrario maupun analogi, namun jika frasa berikut “dengan cara merubah peraturan daerah tentang APBD” maka jelas tidak dapat di-a contrario maupun dianalogi, karena tahapan untuk pelaksanaan berikutnya harus merubah Peraturan Daerah, dan bukan merubah Peraturan Kepala Daerah.

Banyaknya Pemerintah Daerah dan DPRD yang melakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja hanya dengan menggunakan mekanisme persetujuan DPRD, dan selanjutnya merubah Peraturan Kepala Daerah. Padahal Pasal 160 ayat (5) sudah “mengingatkan” pergeseran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus dilakukan dengan cara merubah Perda dengan mekanisme melalui pengajuan Ranperda tentang APBD Perubahan. Sangatlah diperlukan “kehatian-hatian” di dalam menafsirkan atau menginterpretasi suatu frasa peraturan perundang-uandangan baik dengan menggunakan metode analogi maupun metode a contrario.

Selesai