Buku Goresan Tinta Hitam ASN : Siklus Perubahan RKPD, Renja & KUA/PPAS

Tinggalkan komentar

Siklus Perubahan RKPD, Renja & KUA/PPAS

Dr. Yusran Lapananda, SH.,MH.
Penulis adalah Penulis Buku Perjalanan Dinas Undercover & PNS pada JPTP

PENDAHULUAN

Kini, Pemda berada pada bulan kritis, diantara bulan Juni hingga Agustus. Di bulan ini, siklus atas jadwal/tahapan yang super padat atas perencanaan pembangunan daerah, baik  rencana pembangunan daerah & rencana perangkat daerah. Untuk rencana pembangunan daerah yakni RKPD (rencana kerja pemerintah daerah) & Perubahan RKPD, sedangkan untuk rencana perangkat daerah yakni Renja (rencana kerja) perangkat daerah & perubahan Renja.

Bukan itu saja, Pemda pada bulan Agustus diperhadapkan dengan siklus atas jadwal & tahapan awal penyusunan RAPBD & RAPBD Perubahan, yakni penyusunan, pembahasan hingga penandatangan kesepakatan bersama antara kepala daerah & pimpinan DPRD atas rancangan KUA/PPAS, & rancangan perubahan KUA/PPAS, selanjutnya KUA/PPAS & perubahan KUA/PPAS menjadi dasar penyusunan RKA SKPD.

Penetapan RKPD provinsi pada siklus paling lambat akhir Juni atau minggu Keempat Juni, ditetapkan dengan Perkada, & penetapan RKPD kabupaten/kota paling lambat minggu Pertama Juli atau seminggu setelah RKPD provinsi ditetapkan, & ditetapkan dengan Perkada. Untuk penandatangan kesepakatan bersama kepala daerah & pimpinan DPRD atas rancangan KUA/PPAS paling lambat minggu Kedua Agustus.

Untuk penetapan perubahan RKPD provinsi/kabupaten/kota pada siklus paling lambat minggu Ketiga Juli dalam tahun berkenaan, ditetapkan dengan Perkada. Untuk perubahan rancangan KUA/PPAS disampaikan paling lambat minggu Pertama Agustus dalam tahun anggaran berkenaan, & penandatanganan kesepakatan bersama kepala daerah & pimpinan DPRD paling lambat minggu Kedua Agustus tahun anggaran berkenaan.

Sedangkan, untuk penetapan Renja pada siklus paling lambat akhir 1 bulan setelah Perkada tentang RKPD ditetapkan, ditetapkan dengan Perkada, & penetapan perubahan Renja paling lambat 1 bulan setelah Perkada tentang perubahan RKPD ditetapkan, ditetapkan dengan Kepkada (Keputusan Kepala Daerah).

Begitu padatnya siklus perencanaan pembangunan daerah baik rencana pembangunan daerah, RKPD & Perubahan RKPD maupun rencana perangkat daerah, Renja & perubahan Renja hingga siklus penyusunan RAPBD & perubahan RAPBD terutama pada siklus penyusunan, pembahasan hingga penandatanganan kesepakatan bersama kepala daerah & pimpinan DPRD atas rancangan KUA/PPAS, & rancangan perubahan KUA/PPAS.

Padatnya siklus ini, tak harus menjadi penghalang bagi Pemda tepat waktu atas jadwal/tahapan, & tepat waktu dalam penetapannya. Padatnya jadwal/tahapan tak menjadi soal & alasan bagi Pemda untuk menjadikan RKPD & perubahan RKPD, Renja & perubahan Renja, KUA/PPAS & perubahan KUA/PPAS terlambat dalam penetapannya/penandatanganannya.

Pemda harus konsentrasi dalam penyelesaian penyusunan/penyampaian & penatapan RKPD & Perubahan RKPD, serta KUA/PPAS & Perubahan KUA/PPAS pada bulan Juli & Agustus. Dan DPRD konsesntrasi dalam pembahasan KUA/PPAS & Perubahan KUA/PPAS secara bersamaan dibahas & disepakati/ditandangani paling lambat minggu Kedua Agustus. Pemda & DPRD harus menuntaskannya tepat waktu tanpa menginkari Pokir (pokok-pokok pikiran) DPRD. Kepentingan “okupasi” belanja Pemda & DPRD harus terjaga & jangan saling melupakan, namun tetap dalam bingkai ketetapan waktu & ketepatan penetapannya.

Betapa pentingnya penetapan RKPD & perubahan RKPD melalui Perkada, & penetapan Renja dengan Perkada & perubahan Renja dengan Kepkada. Jangan abaikan jadwal/tahapan penetapan RKPD & perubahan RKPD, & penetapannya dengan Perkada. Jangan abaikan jadwal/tahapan penetapan Renja dengan Perkada & perubahan Renja dengan Kepkada.

PERUBAHAN RKPD

RKPD merupakan salah satu dari dokumen rencana pembangunan daerah, selain RPJPD & RPJMD. Perubahan RKPD merupakan kebijakan yang halal. Perubahan RKPD dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaannya dalam tahun berjalan menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan perkembangan keadaan, yakni: (a). perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi prioritas pembangunan daerah, kerangka ekonomi daerah & keuangan daerah, rencana program & kegiatan RKPD berkenaan; dan/atau (b). keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun anggaran sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan. Perubahan RKPD dapat dilakukan tanpa melalui tahapan evaluasi dalam hal terjadi kebijakan nasional, keadaan darurat, keadaan luar biasa, & perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah RPJMD ditetapkan.

Adapun siklus jadwal/tahapan perubahan RKPD, diawali dengan: Penyusunan rancangan perubahan RKPD. BAPPEDA menyusun rancangan perubahan RKPD. Penyusunan rancangan perubahan RKPD dimulai paling lambat pada awal bulan Juni. Rancangan perubahan RKPD disusun berpedoman pada: Perda tentang RPJMD; & hasil evaluasi pelaksanaan RKPD sampai dengan Triwulan II Tahun berkenaan. Perumusan rancangan perubahan RKPD, diselesaikan paling lambat bulan Juni.

Terpenting, dalam perumusan rancangan perubahan RKPD, DPRD berkesempatan memberikan saran & pendapat berupa Pokir kepada kepala daerah berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan & kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran program yang telah ditetapkan dalam Perda tentang RPJMD. Saran & pendapat berupa Pokir, dapat disampaikan dalam aplikasi e-planning dan/atau secara tertulis dan/atau dalam rapat dengar pendapat dengan kepala daerah.

Penyusunan Rancangan Akhir Perubahan RKPD. Berdasarkan rancangan Perubahan Renja yang telah diverifikasi rancangan Perubahan RKPD disempurnakan menjadi Rancangan Akhir Perubahan RKPD. Rancangan akhir perubahan RKPD dijadikan sebagai bahan penyusunan Rancangan Perkada tentang perubahan RKPD.

Tahapan selanjutnya, Penetapan RKPD. Sebelum perubahan RKPD ditetapkan dengan Perkada, maka harus dilakukan fasilitasi. Gubernur & bupati/walikota menyampaikan ranperkada tentang perubahan RKPD kepada Menteri melalui Dirjen Bina Pembangunan Daerah dan kepada Gubernur melalui kepala BAPPEDA untuk difasilitasi. Fasilitasi berpedoman pada Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah terakhur dirubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2017.

Penetapan Ranperkada tentang Perubahan RKPD paling lambat minggu Ketiga Juli. Ranperkada tentang Perubahan RKPD dijadikan: dasar penetapan perubahan Renja, & pedoman penyusunan perubahan KUA/PPAS.

PERUBAHAN RENJA PERANGKAT DAERAH

Sebelum membahas perubahan Renja selintas dibahas Renja. Renja merupakan salah satu dari perencanaan pembangunan daerah yakni rencana perangkat daerah selain renstra (rencana strategi) perangkat daerah. Renja memuat program, kegiatan, lokasi, & kelompok sasaran yang disertai indicator kinerja & pendanaan sesuai dengan tugas & fungsi setiap perangkat daerah, disusun berpedoman pada Renstra Perangkat Daerah & RKPD.

Untuk menyusun Renja didahului dengan persiapan penyusunan. Penyusunan Renja ditindaklanjuti dengan penyusunan rancangan awal (Ranwal) Renja paling lambat minggu Pertama Desember. Ranwal Renja berpedoman pada renstra perangkat daerah, hasil evaluasi hasil Renja tahun lalu, & hasil evaluasi hasil Renja tahun berjalan.

Selanjutnya, penyusunan rancangan Renja. Renja merupakan proses penyempurnaan Ranwal Renja. Rancangan Renja dibahas & disempurnakan dalam forum atau lintas perangkat Daerah. Berikutnya, perumusan rancangan akhir Renja. Perumusan rancangan akhir Renja dilakukan untuk mempertajam program, kegiatan & pagu indikatif perangkat daerah berdasarkan program, kegiatan & pagu indikatif yang ditetapkan dalam Perkada tentang RKPD.

Rancangan akhir Renja disampaikan kepala Perangkat Daerah kepada kepala BAPPEDA untuk diverifikasi paling lambat 1 minggu setelah Perkada tentang RKPD ditetapkan. Dan setelah diverifikasi Renja ditetapkan dengan Perkada. paling lambat 1 bulan setelah Perkada tentang RKPD ditetapkan.

Selanjutnya, penyusunan rancangan perubahan Renja. Penyusunan rancangan perubahan Renja dilakukan setelah perangkat daerah menerima SE Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan Perubahan Renja Perangkat Daerah. Penyusunan rancangan perubahan Renja berpedoman pada: rancangan perubahan RKPD; dan hasil pengendalian pelaksanaan Renja sampai dengan Triwulan II Tahun berkenaan.

Rancangan perubahan Renja disusun menjadi rancangan akhir perubahan Renja berdasarkan Perkada tentang Perubahan RKPD. Penyusunan rancangan akhir perubahan Renja diselesaikan paling lambat 2 minggu setelah Perkada tentang Perubahan RKPD ditetapkan. Selanjutnya verifikasi oleh BAPPEDA paling lambat 2 minggu setelah Perkada tentang Perubahan RKPD ditetapkan. Verifikasi, bertujuan untuk memastikan rancangan akhir Perubahan Renja telah selaras dengan Perkada tentang Perubahan RKPD. Setelah diverifikasi Perubahan Renja ditetapkan dengan Kepkada paling lambat 1 (satu) bulan setelah Perkada tentang Perubahan RKPD ditetapkan.

PERUBAHAN KUA/PPAS

KUA/PPAS disampaikan ke DPRD pada minggu Kedua Juli & paling lambat minggu Kedua Agustus kesepakatan KUA?PPAS disepakati & ditandatangani oleh kepala daerah & pimpinan DPRD. Untuk rancangan perubahan KUA/PPAS disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu Pertama Agustus dalam tahun anggaran yang berkenaan, selanjutnya dibahas bersama & disepakati menjadi perubahan KUA/PPAS paling lambat minggu Kedua Agustus dalam tahun anggaran yang berkenaan. Dengan siklus ini, maka baik KUA/PPAS & perubahan KUA/PPAS disepakati & ditandatangani secara bersamaan pada minggu Kedua Agustus.

Perubahan KUA/PPAS yang telah disepakati kepala daerah & DPRD menjadi pedoman perangkat daerah dalam menyusun RKA SKPD. Perubahan KUA/PPAS disampaikan kepada perangkat daerah paling lambat minggu Ketiga Agustus disertai program & Kegiatan baru, kriteria DPA SKPD yang dapat diubah, batas waktu penyampaian RKA SKPD kepada PPKD, dan/atau dokumen sebagai lampiran (kode rekening perubahan APBD, format RKA SKPD, analisis standar belanja, standar harga satuan & perencanaan kebutuhan BMD & dokumen lain).

PENUTUP

Pemerintah telah menerbitkan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 yang mengatur siklus atas tahapan & penetapan, berkehendak agar segala macam rencana pembangunan daerah, RKPD & perubahan RKPD, & rencana perangkat daerah, Renja & perubahan Renja disusun, disampaikan & ditetapkan tepat waktu & terpenting ditetapkan dengan Perkada/Kepkada. Beragam kehendak, jika RKPD & perubahan RKPD, Renja & perubahan Renja, KUA/PPAS & perubahan KUA/PPAS tidak tepat waktu, tahapan akan terganggu & konektivitas tanggal penetapan antar dokumen tak berkesesuaian.

Seandainya RKPD & perubahan RKPD, Renja & perubahan Renja tidak ditetapkan/diundangkan dipastikan akan menjadi tumpukan berkas tak bernilai & tak berjejak. Dan jika diundangkan, RKPD & perubahan RKPD, Renja tercatat & tak akan hilang, & dipastikan terpublikasi atau tersebarluaskan. Kini, perda & perkada wajjib dipublikasi atau disebarluaskan, jika tidak sanksi administrasti menanti, tengoklah Pasal 36 ayat (2) huruf j jo Pasal 42 ayat (1) dan (2) PP Nomor 12 Tahun 2017.(*)

Selesai

AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD (BAGIAN 4)

Tinggalkan komentar

Catatan Pojok

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kabupaten Gorontalo

rupiah-oke

Pada catatan saya sebelumnya, “Azas Umum dan Struktur APBD (Bagian 3)”, sudah dibahas pendapatan daerah versi pengelompokkan pendapatan daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015, berikut ini lanjutannya.

Dana Bagi Hasil.

Dana bagi hasil atau DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Dana perimbangan terdiri atas: a. DBH; b. DAU; dan c. DAK. DBH bersumber dari: a. pajak; b. cukai; dan c. sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas: a. pajak bumi dan bangunan (PBB); dan b. PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21. DBH yang bersumber dari cukai adalah cukai hasil tembakau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: a. penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran ijin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; b. penerimaan pertambangan mineral dan batubara yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan; c. penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan; d. penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan; dan e. penerimaan dari panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah Pusat, iuran tetap, dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan.

Menteri teknis menetapkan Daerah penghasil dan rencana penerimaan negara dari sumber daya alam per Daerah sebagai dasar alokasi dana bagi hasil sumber daya alam paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan. Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari satu Daerah, menteri teknis menetapkan Daerah penghasil sumber daya alam berdasarkan pertimbangan Menteri paling lambat 60 (enam puluh) Hari setelah usulan pertimbangan dari Menteri diterima. Daerah penghasil dan rencana penerimaan negara dari sumber daya alam per Daerah disampaikan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan.

Dana Alokasi Umum.

Dana alokasi umum atau DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

DAU suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal. Proporsi DAU antara Daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan pertimbangan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah provinsi dan kabupaten/kota. Celah fiskal merupakan kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, baik Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan tidak terkait Pelayanan Dasar maupun Urusan Pemerintahan Pilihan.

Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari pendapatan asli Daerah dan DBH. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan DAU dalam nota keuangan dan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya, yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Kebijakan DAU dibahas terlebih dahulu dalam forum dewan pertimbangan otonomi daerah sebelum penyampaian nota keuangan dan rancangan APBN ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Dalam menetapkan kebijakan DAU, Pemerintah Pusat mempertimbangkan Daerah yang berciri kepulauan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan menetapkan alokasi DAU untuk setiap Daerah provinsi dan kabupaten/kota setelah APBN ditetapkan.

(Bersambung)

AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD (BAGIAN 3)

1 Komentar

Catatan Pojok

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kabupaten Gorontalo

Uang rupiah kita 2

Pada catatan saya sebelumnya, “Azas Umum dan Struktur APBD (Bagian 2)”, sudah dibahas mengenai azas umum APBD, dan Struktur APBD. Catatan kali ini membahas Struktur APBD dan Pendapatan Daerah.

Pendapatan Daerah.

Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a. dana bagi hasil; b. dana alokasi umum; dan c. dana alokasi khusus. Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a. bagi hasil pajak; dan b. bagi hasil bukan pajak. Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi umum. Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kelompok pendapatan lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah seperti dana bagi hasil pajak dari provinsi ke kabupaten/kota dan dana otonomi khusus. Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup: a. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; b. dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam; c. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota; d. dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan e. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat. Dalam menerima hibah, daerah tidak boleh melakukan ikatan yang secara politis dapat mempengaruhi kebijakan daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai hibah diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, balk dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.

Pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang ditransfer langsung ke kas daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan pada SKPKD.

Retribusi daerah, komisi, potongan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan dan hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang di bawah penguasaan pengguna anggaran/pengguna barang dianggarkan pada SKPD.

Berikut ini pengelompokkan pendapatan daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015.

Sumber pendapatan daerah terdiri atas: (a). pendapatan asli Daerah meliputi: 1. pajak daerah; 2. retribusi daerah; 3. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.

Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang (UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah) yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang.

Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala daerah yang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan. Hasil pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut oleh kepala daerah di luar yang diatur dalam undang-undang wajib disetorkan seluruhnya ke kas negara.

(b). Pendapatan transfer meliputi: a. transfer pemerintah pusat terdiri atas: 1. dana perimbangan; 2. dana otonomi khusus; 3. dana keistimewaan; dan 4. dana desa. b. transfer antar daerah terdiri atas: 1. pendapatan bagi hasil; dan 2. bantuan keuangan.

Dana perimbangan terdiri atas: a. DBH; b. DAU; dan c. DAK. DBH bersumber dari: a. pajak; b. cukai; dan c. sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas: a. pajak bumi dan bangunan (PBB); dan b. PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21. DBH yang bersumber dari cukai adalah cukai hasil tembakau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(Bersambung)

AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD (BAGIAN 2)

Tinggalkan komentar

Catatan Pojok

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kabupaten Gorontalo

uang rupiah kita

Struktur APBD.

Struktur APBD terdiri dari: a. pendapatan daerah; b. belanja daerah; dan c. pembiayaan daerah. Struktur APBD (pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah) merupakan satu kesatuan. Struktur APBD diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Klasifikasi APBD menurut urusan pemerintahan dan organisasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pendapatan Daerah.

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Ekuitas dana lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek. Pendapatan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan.

Di dalam pengaturannya, untuk pengelompokkan pendapatan daerah saat ini terjadi perbedaan. Pengelompokkan pendapatan berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011. Selain itu, terdapat pengelompokkan pendapatan daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015.

Berikut ini pengelompokkan pendapatan daerah berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011.

Pendapatan daerah dikelompokkan atas: a. pendapatan asli daerah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a. pajak daerah; b. retribusi daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup: a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain: a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. pendapatan denda pajak; i. pendapatan denda retribusi; j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k. pendapatan dari pengembalian; l. fasilitas sosial dan fasilitas umum; m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan n. pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

(Bersambung)

AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD (BAGIAN 1)

Tinggalkan komentar

Catatan Pojok

YUSRAN LAPANANDA, SH. MH.
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kabupaten Gorontalo

Untuk azas umum dan struktur APBD beberapa regulasi telah mengaturnya yakni (a). UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; (b). pasal 16 sampai dengan pasal 28 PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (c). Pasal 15 sampai dengan pasal 77 Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011; (d). Pasal 285 sampai dengan pasal 306 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015.

Azas Umum APBD.

Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD (rencana kerja pemerintah daerah) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. RKPD tersusun berdasarkan jabaran dari RPJMD dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD.

APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Azas ini memberi arti bahwa penyusunan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan yang terjabarkan ke dalam belanja daerah pada SKPD/SKPKD harus secara bersamaan “paralel” dengan pendapatan daerah. Antara pendapatan dan belanja harus dipikirkan dan disusun secara bersamaan. Sangat tidak tepat, penyusunan APBD disusun hanya dengan memikirkan belanja tanpa memikirkan pendapatan. Jika hal ini terjadi, berakibat pada pendapatan akan mengejar belanja. Jika penyusunan APBD hanya memikirkan untuk pemenuhan belanja, siapa yang memikirkan dan memenuhi penerimaan pendapatan? Apakah, TAPD secara kelembagaan, atau anggota TAPD secara perorangan, pejabat perencana, PPKD, atau SKPD selaku pengelola/penanggung jawab pendapatan pajak daerah dan/atau retribusi daerah atau pengelola/penanggung jawab penerimaan daerah lainnya? Sangatlah tidak tepat, tidak adil dan tidak manusiawi, jika keinginan salah satu SKPD untuk menambah belanja dengan jalan menambah pendapatan (pajak daerah dan retribusi daerah) pada SKPD lainnya.

APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan; Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian; Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Semua penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa dianggarkan dalam APBD. Penilaian penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk barang dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBD berdasarkan nilai perolehan atau nilai wajar.

Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali balk pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pengeluaran daerah terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali balk pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.

Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan secara bruto dalam APBD. Penganggaran bruto, bahwa jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalarn rangka bagi hasil. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, yang berarti bahwa pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pula, dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Dan penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan dasar hukum yang melandasinya.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Struktur APBD.

Struktur APBD terdiri dari: a. pendapatan daerah; b. belanja daerah; dan c. pembiayaan daerah. Struktur APBD (pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah) merupakan satu kesatuan.

(Bersambung)